Kamis, 17 Maret 2011

RSVP TRAFFIC ENGINEERING

Based on paper by : P.iovanna, M.Settembre, R.Sabella.
Ericsson Lab Italy - Via Anagnina 203 .00040 Roma (Italy)

Abstraksi
Paper ini mendiskusikan suatu pendekatan baru untuk realisasi traffic engineering pada jaringan multi-layer generasi baru berdasarkan paradikma GMPLS. Secara khusus, Traffic Engineering (TE) System yang diusulkan mampu secara dinamis untuk merespon perubahan trafik, sementara itu, pada saat yang sama mampu memenuhi persyaratan QoS untuk kelas servis yang bebeda-beda. Solusi yang diusulkan terdiri atas pendekatan ruting hybrid, berdasarkan pada metode off-line maupun on-line, dan bandwidth management system yang mampu menangani prioritas, mekanisme pendudukan dan re-routing trafik dengan tujuan agar bersama-sama mampu mengakomodasi jumlah trafik terbesar dan memenuhi persyaratan QoS


1. Pendahuluan
Sudah dikenal secara luas bahwa trafik akan selalu didominasi oleh layanan berbasis internet, dibandingkan dengan trafik suara. Hal ini berkat peningkatan adopsi dari teknologi akses kecepatan tinggi dan migrasi dari servis-servis ke IP. Sebagai hasilnya, ada dua hal utama yang sangat penting dalam perkembangan jaringan generasi baru (NGN ) yaitu : jumlah trafik tumbuh dengan cepat dan juga jenis trafiknya berubah.
Konvergensi dari dunia telecom dan datacom kedalam era infocom pun menjadi suatu kenyataan. Infrastruktur baru harus cocok dengan scenario jaringan infocom. Secara praktis hal ini berarti bahwa infrastruktur jaringan harus multi service , yang berarti mampu mendukung beberapa tipe trafik dengan requirement yang berbeda dalam hal QoS (Quality of Service). Karena trafik IP akan mendominasi, infrastruktur jaringan juga harus mendukung karakteristik tersebut. Dua atribut utama yang merupakan ciri dari trafik internet adalah : i) Sifatnya yang self similar, ii) Asimetrik terhadap data flow. Requirement dasar muncul untuk infrastruktur generasi baru : fleksibilitas dan kemampuan untuk bereaksi terhadap perubahan demand terhadap waktu.
Lebih jauh lagi, migrasi dari semua service over IP , termasuk yang real time , memerlukan jaminan QoS untuk sub-set service dibandingkan dengan yang disediakan oleh jaringan berbasis telecom saat ini.
Sebagai hasilnya, beberapa requirement muncul untuk NGN : menyediakan provisioning dengan cepat, menangani fluktuasi dan pertumbuhan trafik, menangani QoS agar sesuai dengan SLA (Service Level Agreements) untuk berbagai jenis trafik dalam hal bandwidth atau delay atau packet loss atau requirement terkait kualitas lainnya, menawarkan kemampuan multi-service.
MPLS menjawab isu tersebut dengan mekanisme traffic engineering yang memungkinkan untuk menggabungkan keuntungan dari fleksibilitas dan performance sebagaimana pada layer 2 dan layer 3. Tantangan bagi NGN muncul dalam hal memperluas fleksibilitas dan efisiensi ke layer lain pada jaringan, seperti SDH/SONET dan WDM, dengan tujuan untuk mempertimbangkan plane non-packet forwarding.
Tujuan dari paper ini adalah untuk mengajukan solusi innovative, mendeskripsikan building-block dan mode operasi, dan mendiskusikan karakteristiknya.

2. Skenario Jaringan dan Latar Belakang Teknik
Trafik Engineering adalah proses untuk mengatur aliran trafik dalam jaringan untuk mengoptimalkan penggunaan resource dan performansi jaringan. Secara praktis ini berarti memilih rute untuk menangani traffic load, network state, dan user requirement seperti QoS dan bandwidth, dan untuk memindahkan trafik dari path dengan kongesti lebih besar ke path dengan kongesti lebih kecil. Untuk mendapatkan TE dalam kontek Jaringan Internet, IETF (Internet Engineering Task Force ) memperkenalkan MPLS (Multi Protocol Label Switching), constraint based routing dan Enhanced Link State Interior Gateway Protocol (IGP) sebagai sarana kuncinya
2.1 MPLS
Arsitektur MPLS adalah struktur terstandartisasi yang mampu mendukung solusi TE dan fungsionalitas QoS. Ini berdasarkan atas pemisahan antara data plane dan control plane, penggunaan kembali dan perluasan protocol IP yang sudah ada untuk fungsi signaling dan ruting, sementara itu memperkenalkan kembali model connection-oriented dalam kontek protocol IP. Skema MPLS adalah berdasarkan enkapsulasi dari paket IP kedalam paket yang dilabeli yang di forward dalam domain MPLS sepanjang virtual connection yang disebut LSP (Label Switch Path). Ruter MPLS disebut LSR (Label Switch Router) dan LSR pada ingress dan pada engress dari domain MPLS disebut sebagai Edge-LSR (E-LSR). Masing-masing LSP dapat diset pada ingress LSR melalui suatu ordered control, sebelum paket forwarding. LSP tersebut dapat dipaksa untuk mengikuti rute yang dikalkulasi sebelumnya berkat adanya fungsi ruting explicit. Lebih jauh lagi, MPLS memungkinkan untuk memesan resource jaringan pada spesifik path melalui protocol signaling yang sesuai (misal ; RSVP-TE, CR-LDP).


2.2 Constrain Based Routing
Kombinasi dari fungsi ruting explicit ,mekanisme reservasi resource dan constrain based routing (CBR) dalam jaringan MPLS merepresentasikan bahan utama untuk menghasilkan strategi trafik engineering yang efisien.. Sketsa sederhana dari operasi constrain based routing ditunjukkan pada gambar 1. Pada kenyataannya, ketika menghitung rute untuk path yang diminta (LSP dalam kasus jaringan berbasis MPLS), CBR harus memperhitungkan constraint jaringan maupun user constraint. Jaringan meliputi link state, resource availability disamping topologi jaringan, sementara user constraint meliputi bandwidth requirement, administrative group, prioritas, dan sebagainya. Ketika suatu rute explicit telah dihitung, prosedur reservasi resource dimulai melalui protokol persinyalan seperti RSVP
2.3 Paradikma GMPLS untuk NGN
Untuk memperluas fitur dari teknik MPLS, versi ter-generalisasi dari MPLS (disebut GMPLS) memungkinkan pendekatan yang bertahap dan future-proof terhadap new generation network. Secara praktis, control plane dari GMPLS dapat mengatur network elemen yang beragam (seperti ruter IP/MPLS, elemen SDH/SONET, switch ATM, dan bahkan elemen optik). Ini membuat realisasi dari single protocol plane menjadi mungkin untuk menangani keseluruhan jaringan multi-layer. Secara khusus, GMPLS memperluas konsep MPLS bahkan untuk teknologi non-paket switched melalui hirarki forwarding LSP. Ini digambarkan pada gambar 2. Hirarki dari GMPLS forwarding didasarkan pada kemampuan multiplexing dari interface LSR. Pada puncak dari hirarki tersebut adalah node yang memiliki fiber switch capable interface (misal fiber cross connect), pada tingkat kedua adalah nodes dengan kemampuan wavelength switching (misal: optical cross connect). Pada tingkat ketiga (TDM LSP) ada node dengan kemampuan TDM switching (misal : SDH cross-connect), pada tingkat ke empat (layer 2 LSP), ada node dengan kemampuan switching layer 2 (misal : MPLS ruter atau ATM switch), pada tingkat yang terakhir (paket LSP) ada node dengan kemampuan paket switching (misal : IP router).


Kemampuan dari GMPLS control plane dalam hal kapabilitas advanced trafik engineering yang disediakan melalui inter-working kooperatif diantara layer memang diakui, namun kemungkinan untuk mendapatkan solusi TE yang sederhana dan efektif masih merupakan tugas yang menantang. Dalam efeknya, teknologi yang berbeda dan aspek arsitektur memiliki akibat pada implementasi praktis dari strategi TE :
a. Kompleksitas dari fungsi CBR – Realisasi dari fungsi tersebut menjadi perhatian dari semua jaringan dan user constraint, dalam suatu network yang dibuat dari network element yang banyak dan heterogen akan sangat kompleks. Jadi, suatu pendekatan yang sederhana dan praktis diperlukan untuk ruting
b. Penanganan QoS – Mengatur requirement QoS yang berbeda untuk beberapa kelas servis dalam jaringan adalah tugas komplek lainnya. Secara khusus, ini berhubungan dengan cara untuk mendapatkan segregasi trafik, ruting sesuai dengan level prioritas yang berbeda , dan pre-emption.
c. Signalling – Dengan tujuan agar efisien, CBR harus mengetahui link state yang diupdate dari keseluruhan jaringan, dan bisa jadi peta dari semua LSP. Ini berarti bahwa informasi yang sangat besar mengalir melalui jaringan. Untuk itu, diperlukan untuk mendapatkan trade-off yang masuk akal antara efisiensi ruting dan jumlah informasi yang dialirkan melalui jaringan.
Reaksi cepat terhadap perubahan trafik - Pada prinsipnya, jaringan harus mampu bereaksi terhadap perubahan trafik secara cepat. Ini memerlukan kemungkinan untuk realisasi dari dinamik ruting dari data flow sesuai dengan permintaan. Ini juga dapat mengarah ke requirement secara teknologi yang berat untuk node pada semua level. Lebih jauh lagi, online ruting mengarah ke non-optimal rutes jika dibandingkan dengan global ruting yang dilakukan off-line. Jadi, perlu untuk menemukan kombinasi yang masuk akal dari fasilitas ruting dinamik dan ruting statik
2.4 Enhanced Signalling
Perkembangan GMPLS memerlukan ekstensi signaling MPLS yang sesuai dan ruting protocol untuk mengatur teknologi yang heterogen.
Ini berarti bahwa protokol ruting seperti OSPF-TE , harus menunjukkan flooding dari informasi topologi yang detail dan terbarui untuk setiap link pada layer jaringan yang berbeda dan protokol signaling, seperti RSVP-TE harus menangani konsep label yang digeneralisasi untuk mendukung pembentukan LSP pada setiap level hirarki.
Signaling dari masing-masing komponen individual dari bundle memerlukan protocol baru yang diperkenalkan secara khusus untuk link management dalam jaringan optic yang disebut link management protocol (LMP). Secara khusus, LMP bertanggungjawab untuk :
i) Membuat dan menjaga konektivitas kanal control
ii) Men-verifikasi konektivitas link secara fisik.
iii) Secara cepat mengidentifikasikan kegagalan link, fiber dan kanal didalam domain optik.
3. Traffic Engineering untuk jaringan optik generasi baru
Requirement utama untuk sistem TE dari jaringan generasi baru dapat dirangkum sebagai berikut :
a. Optimalkan penggunaan resource jaringan (misal : bandwidth link dan throughput node) melalui penggunaan secara elastis dari bandwidth jaringan
b. Wujudkan konsep “ Bandwidth on Demand”
c. Dukung kelas-kelas servis yang berbeda, termasuk trafik real time (misal : peramalan CoS dalam scenario DiffServ yang didefinisikan oleh IETF), dan jamin QoS yang diperlukan.
Ide dasar dari sistem TE yang diajukan bergantung pada pendekatan ruting hybrid, berdasarkan metode off-line maupun on-line, dan pada bandwidth management system yang memungkinkan requirement QoS terpenuhi.
TE sistem yang dibicarakan menggunakan mekanisme prioritas untuk membedakan diantara kelas servis yang berbeda dan menangani resource jaringan untuk mengatur prioritas tersebut. Lebih jauh lagi, TE sistem yang diajukan mampu menjamin bandwidth untuk semua koneksi tersebut yang tidak dapat mentolerir setiap penurunan parameter QoS. Mulai sekarang, kita namakan koneksi tersebut sebagai path “premium”. Untuk melakukan itu, sistem ini meng-assign rute , selama fasa provisioning path, ke seluruh set dari premium LSP yang akan menyediakan attribute bandwidth maximum yang mungkin diperlukan selama hidup dan menggunakan komponen spesifik yang mampu membuat rute itu tersedia untuk semua kondisi trafik. Komponen ini, dinamakan modul bandwidth-engineering (BE) , beroperasi dengan mencoba untuk mengoptimasi penggunaan resource jaringan dan mencegah kongesti dengan me-reroute bagian tertentu dari LSP yang dapat menduduki bandwidth yang diperlukan bagi LSP dengan prioritas lebih tinggi.
Ini berguna untuk keperluan praktis, untuk membedakan antara dua group utama dari LSP. Tipe pertama dari LSP terkait dengan trafik premium, dan dapat dinyatakan sebagai HP (highest priority) LSP. Yang kedua terkait dengan semua jenis lain dari LSP prioritas rendah dan dapat disebut sebagai LP LSP. Group kedua ini dapat lebih lanjut diklasifikasikan dalam beberapa kelas (mis: LP1,LP2, dst), sesuai dengan level prioritasnya. Sementara HP LSP dijamin pada setiap waktu dan dalam semua kondisi trafik , semua LP LSP tidak digaransi dan saling bersaing sesuai dengan level prioritasnya. Sebagai contoh, suatu LP1 LSP dapat menduduki LP2 LSP atau LP3 LSP, dan seterusnya.
Dengan cara ini, trafik HP dan LP disediakan sesuai dengan permintaan, tapi rute trafik HP di kalkulasi awal selama fasa provisioning path dan ditetapkan, sementara rute trafik LP dapat berubah secara dinamik sesuai dengan kondisi load yang berbeda dan policy prioritas. Secara spesifik, LP LSP dapat dirutekan ulang atau bahkan diduduki untuk mencegah kongesti, sesuai dengan level prioritas.
Secara keseluruhan, sistem TE yang diajukan tersusun dalam integrasi yang efisien dari building block yang berbeda yang menunjukkan fungsi path provisioning (off-line ruting), ruting dinamik (on-line ruting). Dan fungsi bandwidth engineering mampu merealisasikan konsep elastic bandwidth. Suatu solusi ter-integrasi menyediakan suatu utilisasi jaringan yang dinamis dan fleksibel dengan tujuan untuk menghadapi variasi konsisten dari distribusi trafik sesuai dengan trafik internet yang tidak terprediksi dan permintaan trafik berubah dengan waktu, dan secara bersamaan untuk mengakomodasi jumlah terbesar dari trafik sementara itu menjamin bandwidth yang diinginkan untuk koneksi premium pada setiap saat, apapun trafik demand nya. Secara jelas, performansi dari sistem TE tergantung pada implementasi spesifik dari building block yang berbeda. Untuk lebih baik dalam menjelaskan bagaimana sistem bekerja, sangat berguna untuk membicarakan building block utama yang dikandung sistem TE dan suatu deskripsi dari event utama yang ditangani oleh sistem TE.
3.1 Building Block
Sistem TE menggunakan tiga building block utama untuk operasinya :
a) Suatu modul path provisioning (PR)
b) Suatu modul dinamik ruting
c) Modul Bandwidth –Engineering (BE)
Sebelum menjelaskan bagaimana TE bekerja dalam operasi normal, dan bagaimana bereaksi terhadap event yang relevant, cukup penting untuk menjelaskan bagaimana building block utama bekerja.
Building block yang dikandung oleh sistem TE adalah :
• Modul Path Provisioning (PR)
Modul path provisioning digambarkan pada gambar 4. Modul ini menghitung rute dari semua koneksi yang akan datang, sesuai dengan matrik trafik yang mendeskripsikan hubungan trafik antar pasangan node, berdasarkan topologi fisik dari jaringan dan informasi mengenai resource jaringan (mis : keberadaan konversi wavelength didalam optical cross connect, kapasitas link, dsb).


• Modul Dinamic Routing (DR)
Modul DR mengevaluasi rute untuk permintaan LSP tunggal pada suatu saat, dinyatakan dalam hal node asal dan tujuan dan kebutuhan bandwidth. Perhitungan rute dilakukan dengan mengingat status link-state nyata untuk layer MPLS maupun optik, yang mana dipelajari dengan flooding dari protocol ruting, seperti extended OSPF. Pada dasarnya, algoritma DR menemukan suatu rute dengan tujuan untuk utilisasi resource jaringan yang lebih baik, dengan menggunakan path dengan kongesti rendah daripada path yang lebih pendek, namun dengan beban berat.
• Modul Bandwidth Engineering (BE)
Sistem TE didasarkan pada penggunaan bandwidth secara elastis : Bandwidth dapat secara sementara dilepaskan oleh LSP prioritas tinggi dan diletakkan pada sisa dari LSP dengan prioritas lebih rendah.
Elemen kunci lain dari sistem TE adalah database dimana semua informasi yang diperlukan dicatat. Pada prinsipnya, 3 komponen informasi utama diperlukan yaitu :
a. Routes Database (RDB)
RDB mengandung semua rute yang dihitung secara off-line oleh modul provisioning. Masing-masing juga terdapat keterangan mengenai pasangan node asal-tujuan, kelas servis, identifikasi client, dan bandwidth. Nilai bandwidth yang dibaca di RDB merefer ke : i) Nilai MB dalam hal aliran HP diset oleh SLA, ii) Nilai dari yang diketahui dari matrik trafik.
b. TE Database (TED)
Ini mengandung status dari masing-masing link dan atributnya (mis: available bandwidth, reserved bandwidth) yang secara terus menerus diupdate oleh flooding informasi, yang diperoleh melalui protokol ruting (mis : OSPF-TE).
c. Dynamic LSP Database (DLD)
Ini melaporkan informasi detail mengenai status dan atribut dari masing-masing LSP saat itu dalam hal pasangan asal-tujuan, rute, kelas servis, bandwidth.
3.2 Cara Kerja sistem TE
Untuk dapat lebih memahami cara kerja sistem TE, beberapa event yang mungkin harus diperhatikan. Berikut ini kita mendeskripsikan event yang berbeda dan bagaimana sistem TE bereaksi terhadap event tersebut, seperti diilustrasikan pada gambar 5.


Event yang dipertimbangkan antara lain sebagai berikut :
a. Global path provisioning request
Dalam infrastruktur telekomunikasi tradisional, suatu optimisasi global dari rute LSP seperti dilakukan pada fasa provisioning sangat jarang dilakukan. Dalam jaringan generasi baru, ini dapat terjadi kapanpun ada perubahan signifikan dalam distribusi trafik. Sebagai contoh, kemunculan ISP baru dalam area jaringan yang menyediakan kebijakan pricing atau servis yang berbeda dapat mengarah ke variasi yang signifikan dari distribusi trafik, atau operator jaringan (atau carrier) melakukan kontrak baru dengan customer lama atau baru mungkin perlu mendesain ulang aliran trafik dalam jaringan. Esternal event tersebut memicu modul provisioning. Dalam kondisi ini, modul provisioning bekerja dengan menemukan solusi optimal untuk semua rute terkait dengan kelas servis. Modul path provisioning menyediakan rute ke individual LSP, kemungkinan mengagregasi mereka dalam aliran data yang lebih besar seperti kanal wavelength (atau lightpath).
b. Bandwidth decreasing request
Setiap LSP dapat meminta untuk mengurangi atribut bandwidthnya dalam perioda tertentu. Jika operator jaringan dapat mengatur kondisi ini, keuntungan bagi client adalah mereka dapat membayar lebih sedikit, karena mengkonsumsi bandwidth yang lebih rendah, sementara keuntungan bagi operator jaringan adalah mereka dapat menggunakan resource jaringan untuk melayani permintaan trafik yang lain. Dalam hal ini TE menerima perubahan bandwidth sesuai dengan mekanisme MPLS yang telah diketahui dan mengupdate informasi yang terkait dalam database sehingga menempatkan bandwidth yang tersisa untuk mengakomodasi request baru.
c. Bandwidth increasing request
Event yang terkait dengan permintaan peningkatan bandwidth digambarkan pada gambar

6. TE memeriksa apakah LSP yang meminta bandwidth lebih adalah grup dari HP (a) atau bukan (b). (a) dalam kasus pertama memeriksa apakah bandwidth yang diminta tidak melebihi bandwidth yang ditentukan dalam SLA. Jika request tersebut tidak sesuai dengan perjanjian, maka ditolak oleh sistem TE; sebaliknya, sistem TE menerima operasi perubahan dan memeriksa apakah ada kongesti dan pada semua link yang melintasi LSP tersebut. Jika tidak ada kongesti sama sekali, TE menaikkan bandwidth dan mengupdate database yang terkait. Sebaliknya, akan membangkitkan modul BE yang akan membuang beberapa LSP dengan prioritas rendah untuk menyediakan bandwidth yang diperlukan bagi HP LSP. Akhirnya, sistem TE melakukan peningkatan bandwidth dan mengupdate database. Sementara itu , modul BE akan mencoba untuk me-reroute LSP yang dibuang ke rute dengan kongesti lebih kecil. Modul BE akan menghilangkan LSP yang tidak sukses di-reroutingkan. (b) Jika LSP yang meminta bukanlah group dari HP LSP, TE menerima perubahan. Jika bandwidth yang tersedia tidak mencukupi, TE membangkitkan modul BE sebagaimana pada kasus sebelumnya. Dalam kasus ini, tidak dijamin bahwa BE mampu mengakomodasi permintaan itu.

a. nection request for a new HP LSP
Event ini digambarkan pada gambar 7a. Ketika HP LSP yang baru tidak diprediksi oleh matrik trafik selama fasa pConrovisioning harus diakomodasi, operator dapat menentukan untuk mencoba mengakomodasi permintaan tanpa menyedialan optimisasi global melalui suatu fasa provisioning. Dalam hal ini, operator dapat memverifikasi kemungkinan untuk mengakomodasi permintaan baru dengan syarat HP LSP yang baru tidak bersaing dengan HP LSP lain yang sudah diramalkan dan memiliki pengaruh sekecil mungkin seperti jika mengakomodasi LP LSP dalam jaringan. Ini dapat dilakukan dengan menghitung rute baru menggunakan algoritma dinamik ruting pada topologi jaringan yang diperkecil. Topologi yang diperkecil tersebut dapat dicapai dengan menggunakan topologi sebelumnya dan memperkecil jumlah bandwidth terkait dengan nilai maksimum dari HP LSP yang sudah ada. Jika rute baru ditemukan, permintaan koneksi baru diterima; sebaliknya, topologi dimodifikasi lebih lanjut dengan peningkatan jumlah bandwidth pada link yang diperlukan untuk mengakomodasi permintaan baru. Pada akhirnya, jika rute ditemukan, BE akhirnya meng-invoke untuk bekerja pada rute yang ditemukan tersebut dan melakukan fungsinya untuk secara nyata me-rutekan ulang atau bahkan pre-empt LSP prioritas rendah.
a. Connection request for a new LP LSP
Event ini digambarkan pada gambar 7b. Ini adalah event yang umum. Dalam kasus ini TE meng-invoke DR dan mencoba untuk mengakomodasi permintaan baru . Jika tidak berhasil maka prosedur seperti yang dijelaskan pada poin sebelumnya diterapkan, kecuali operasi awal yang merampingkan topologi.


4. Karakteristik dari sistem Trafik Engineering yang diusulkan.
Strategi yang diajukan menunjukkan beberapa keunggulan, keduanya menyangkut peningkatan performa, terhadap sistem IP/MPLS konvensional, dalam hal pengakomodasian trafik sementara menjamin requirement QoS dan feasibility. Peningkatan performa pada dasarnya berlandas pada dua aspek kunci dari solusi yang diajukan : fitur dari solusi ruting hybrid dan realisasi dari konsep “elastic bandwidth”. .
Konsep dari elastisitas bandwidth diilustrasikan pada gambar 8. Ide dasarnya adalah untuk membuat bandwidth yang dilepaskan sementara oleh trafik prioritas tinggi tersedia untuk mengakomodasi permintaan lain dengan prioritas lebih rendah.


Secara keseluruhan, solusi TE yang diusulkan secara baik diterapkan pada skenario dimana trafik nyata yang memasuki jaringan berubah terhadap waktu dan tidak sepenuhnya dapat diprediksi.
5. Pandangan dan Kesimpulan
Trafik Engineering akan menjadi fitur utama untuk realisasi dari jaringan yang fleksibel, dimana akan mampu menggunakan efektivitas dari resource jaringan dan menyediakan layanan “bandwidth-on-demand”. Kemampuan ini akan mencirikan infrastruktur jaringan generasi baru yang diperlukan untuk mendukung tipe layanan yang berbeda dengan beberapa level QoS.
Paper ini melaporkan strategi yang mungkin untuk secara praktis mengimplementasikan trafik engineering dalam multi layer network menggunakan keunggulan dari fitur control plane dari GMPLS. Suatu solusi didasarkan pada penggunaan secara kombinasi dari ruting off-line dan on-line dan suatu pendekatan baru untuk menggaransi QoS, mencegah kongesti dan secara efektif menangani pre-emption dan re-routing dari aliran data.
6. Pembahasan
Untuk dapat mengatasi konvergensi antara dunia telecom dan datacom menjadi era infocom, diperlukan suatu solusi yang terintegrasi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang menyangkut : penyediaan provisioning dengan cepat, penanganan fluktuasi dan pertumbuhan trafik, penanganan QoS agar sesuai dengan SLA (Service Level Agreements) untuk berbagai jenis trafik dalam hal bandwidth atau delay atau packet loss atau requirement terkait kualitas lainnya, menawarkan kemampuan multi-service.
Permasalahan tersebut cukup dapat terpecahkan dengan menggunakan solusi trafik engineering dengan menggunakan GMPLS, dimana GMPLS memiliki kemampuan untuk mengatur jaringan multilayer dan mampu menangani berbagai switching capabilities. Solusi TE dengan GMPLS yang digabungkan dengan CBR, dan Enhanced Link State Interior Gateway Protocol cukup mampu memenuhi harapan.
Permasalahan yang masih belum dapat terpecahkan dan masih terus dibicarakan adalah mengenai feasibilitas dari solusi tersebut yang diharapkan mampu untuk diatasi sehingga solusi ini dapat mulai diterapkan, selain itu realisasi dari algoritma CBR yang efektif, pendekatan pre-emption dan re-routing , serta signaling yang memadahi masih menjadi perdebatan.



1 komentar:

Anonim mengatakan...

hey friend