Kamis, 13 Mei 2010

Sebuah Catatan dari Kejenuhan

Seorang MURID datang mengunjungi GURU nya lalu mengatakan, “GURU, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul dengan kehidupan ini. Rumah-tangga saya berantakan. Usaha tak menjadi. Apapun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati saja".

GURU itu pun tersenyum lalu berkata, "Oh, kamu sakit".

"Tidak GURU, saya tidak sakit. Saya sehat-sehat saja. Saya hanya jenuh dengan kehidupan ini. Itu sebabnya saya ingin mati."

Sang GURU seolah-olah tidak mendengar pembelaannya lalu berkata, "Kamu sakit”.
Dan penyakitmu itu disebut, “Alergi Hidup. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan".

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan, tanpa disadari kita melakukan perkara yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan akan mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Yang namanya usaha, pasti ada pasang surutnya. Dalam perkara berumah-tangga, pertengkaran-pertengkaran kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak selalu selamanya, tidak abadi. Apakah yang selamanya, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.

"Penyakitmu itu dapat disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku". Ujar sang GURU.

"Tidak GURU, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Saya sudah tidak ingin hidup".
MURID itu menolak tawaran sang GURU.

"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati ?".

"Ya, memang saya sudah bosan hidup".

"Baik, besok petang kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi di minum esok jam enam petang dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang".

Giliran si MURID menjadi bingung. Setiap GURU yang dia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini aneh. Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena dia memang sudah betul-betul jenuh, dia menerimanya dengan senang hati. Pulang kerumah, dia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut obat oleh GURU tadi. Dia merasakan ketenangan yang tidak pernah dirasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu tenang dan tinggal 1 malam, 1 hari dia akan mati.
Dia akan bebas dari segala macam masalah. Malam itu, dia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di sebuah restoran. Sesuatu yang sudah tidak pernah dilakukan lagi sejak beberapa tahun belakangan ini. Oleh karena ini adalah malam terakhir, dia ingin meninggalkan sebuah kenangan manis.
Sambil makan, dia bersenda gurau. Suasananya amat menyenangkan, sebelum tidur dia mengecup bibir isterinya dan membisik di telinganya, "Sayang, aku mencintaimu".

Esoknya, setelah bangun tidur dia membuka jendela dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya, dia tergoda untuk melakukan jalan pagi.
Pulang kerumah setengah jam kemudian, dia menemukan isterinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, dia masuk ke dapur dan membuat 2 cawan kopi. Satu untuk dirinya, satu untuk isterinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, dia ingin meninggalkan suatu kenangan manis.
Isterinya yang merasakan sesuatu kelainan, berkata dalam hatinya "Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, sayang".

Di pejabat, dia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Pekerjanya menjadi bingung, "Hari ini, Boss kita ganjil ya?" Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, dia ingin meninggalkan suatu kenangan manis. Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Dia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Dia mulai menikmatinya. Pulang kerumah jam 5 petang, dia menemukan isteri tercinta menungguinya di beranda. Kali ini justru isteri yang memberikan ciuman kepadanya sambil berkata, "Abang, sekali lagi saya minta maaf, kalau selama ini saya selalu menyusahkan abang". Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Ayah, maafkan kami semua, selama ini ayah selalu stress kerana perilaku kami". Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Dia membatalkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah dia minum, petang semalam? Dia pergi menemui gurunya lagi.

Apabila melihat raut wajah si MURID itu, rupanya GURU langsung mengetahui apa yang telah terjadi, "Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh, Apabila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu setiap saat, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahsia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan".
Si MURID mengucapkan terima kasih dan bersalaman dengan GURU nya, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya.
Konon, dia masih mengalir terus. Dia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. Itulah sebabnya, dia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP!

Hidup bukanlah merupakan suatu beban yang harus dipikul, tapi merupakan suatu anugerah untuk dinikmati.

Ya Allah, bukakanlah kepada kami hikmatMu dan limpahilah kepada kami khazanah rahmatMu, wahai Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Wahai Tuhanku, tambahkanlah ilmuku dan luaskanlah kefahamanku.
Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah urusanku.

"Seandainya engkau menyampaikan keburukan saudaramu, Jika itu benar, maka berarti kamu sudah membuka aib saudaramu, dan jika itu salah, maka engkau sudah melakukan fitnah "


Langit mencerca bumi: “Belum pernah aku lihat makhluk seburuk engkau, terpejam buta dalam jangkauanku: tanpa lampuku, darimana engkau peroleh terangmu? Engkau dapat tumbuh setinggi puncak Alvand, tapi ia sebenarnya tidak pijar ataupun tumbuh. Sekarang pilihlah perempuan sundal yang akan meremasmu atau matilah dalam kehinaan.”

Umpatan ini membuat bumi berduka, bermuram durja diliputi kesedihan dan menerawang Tuhan demi menyirami kehidupannya yang kotor dan tiba-tiba dari balik tabir langit suara menyahut: “Andaikan engkau tahu pusakamu yang tak ternilai harganya, engkau mungkin tidak akan bersedih. Karena apabila engkau memandang jiwamu engkau akan menemukan hayat yang menggelegak siap menerangi hari-harimu dan tidak perlu lagi cahaya dari luar.