Sabtu, 25 Juni 2011

Sejarah Singkat Imam Malik

Dalam sebuah kunjungan ke kota Madinah, Khalifah Bani Abbasiyyah, Harun Al Rasyid (penguasa saat itu), tertarik mengikuti ceramah al muwatta' (himpunan hadits) yang diadakan Imam Malik. Untuk hal ini, khalifah mengutus orang memanggil Imam. Namun Imam Malik memberikan nasihat kepada Khalifah Harun, ''Rasyid, leluhur Anda selalu melindungi pelajaran hadits. Mereka amat menghormatinya. Bila sebagai khalifah Anda tidak menghormatinya, tak seorang pun akan menaruh hormat lagi. Manusia yang mencari ilmu, sementara ilmu tidak akan mencari manusia.''

Sedianya, khalifah ingin agar para jamaah meninggalkan ruangan tempat ceramah itu diadakan. Namun, permintaan itu tak dikabulkan Imam Malik. ''Saya tidak dapat mengorbankan kepentingan umum hanya untuk kepentingan seorang pribadi.'' Sang khalifah pun akhirnya mengikuti ceramah bersama dua putranya dan duduk berdampingan dengan rakyat kecil.

Imam Malik yang bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al Asbahi, lahir di Madinah pada tahun 712 M dan wafat tahun 796 M. Berasal dari keluarga Arab terhormat, berstatus sosial tinggi, baik sebelum maupun sesudah datangnya Islam. Tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya menganut Islam, mereka pindah ke Madinah. Kakeknya, Abu Amir, adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama Islam pada tahun 2 H. Saat itu, Madinah adalah kota ilmu yang sangat terkenal.

Kakek dan ayahnya termasuk kelompok ulama hadits terpandang di Madinah. Karenanya, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu. Ia merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah lewat kehadiran ulama-ulama besarnya.

Kendati demikian, dalam mencari ilmu Imam Malik rela mengorbankan apa saja. Menurut satu riwayat, sang imam sampai harus menjual tiang rumahnya hanya untuk membayar biaya pendidikannya. Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai derajat intelektual tertinggi sebelum berhasil mengatasi kemiskinan. Kemiskinan, katanya, adalah ujian hakiki seorang manusia.

Karena keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan paman-pamannya. Kendati demikian, ia pernah berguru pada ulama-ulama terkenal seperti Nafi' bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said al Anshari, dan Muhammad bin Munkadir. Gurunya yang lain adalah Abdurrahman bin Hurmuz, tabi'in ahli hadits, fikih, fatwa dan ilmu berdebat; juga Imam Jafar Shadiq dan Rabi Rayi.

Dalam usia muda, Imam Malik telah menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Tidak kurang empat khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Hadi Harun, dan Al Ma'mun, pernah jadi murid Imam Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i pun pernah menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan para ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik mencapai 1.300 orang.

Ciri pengajaran Imam Malik adalah disiplin, ketentraman, dan rasa hormat murid kepada gurunya. Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan ia menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut. Pernah suatu kali Khalifah Mansur membahas sebuah hadits dengan nada agak keras. Sang imam marah dan berkata, ''Jangan melengking bila sedang membahas hadits Nabi.''

Ketegasan sikap Imam Malik bukan sekali saja. Berulangkali, manakala dihadapkan pada keinginan penguasa yang tak sejalan dengan aqidah Islamiyah, Imam Malik menentang tanpa takut risiko yang dihadapinya. Salah satunya dengan Ja'far, gubernur Madinah. Suatu ketika, gubernur yang masih keponakan Khalifah Abbasiyah, Al Mansur, meminta seluruh penduduk Madinah melakukan bai'at (janji setia) kepada khalifah. Namun, Imam Malik yang saat itu baru berusia 25 tahun merasa tak mungkin penduduk Madinah melakukan bai'at kepada khalifah yang mereka tak sukai.

Ia pun mengingatkan gubernur tentang tak berlakunya bai'at tanpa keikhlasan seperti tidak sahnya perceraian paksa. Ja'far meminta Imam Malik tak menyebarluaskan pandangannya tersebut, tapi ditolaknya. Gubernur Ja'far merasa terhina sekali. Ia pun memerintahkan pengawalnya menghukum dera Imam Malik sebanyak 70 kali. Dalam kondisi berlumuran darah, sang imam diarak keliling Madinah dengan untanya. Dengan hal itu, Ja'far seakan mengingatkan orang banyak, ulama yang mereka hormati tak dapat menghalangi kehendak sang penguasa.

Namun, ternyata Khalifah Mansur tidak berkenan dengan kelakuan keponakannya itu. Mendengar kabar penyiksaan itu, khalifah segera mengirim utusan untuk menghukum keponakannya dan memerintahkan untuk meminta maaf kepada sang imam. Untuk menebus kesalahan itu, khalifah meminta Imam Malik bermukim di ibukota Baghdad dan menjadi salah seorang penasihatnya. Khalifah mengirimkan uang 3.000 dinar untuk keperluan perjalanan sang imam. Namun, undangan itu pun ditolaknya. Imam Malik lebih suka tidak meninggalkan kota Madinah. Hingga akhir hayatnya, ia tak pernah pergi keluar Madinah kecuali untuk berhaji.

Pengendalian diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama di seantero dunia Islam. Pernah semua orang panik lari ketika segerombolan Kharijis bersenjatakan pedang memasuki masjid Kuffah. Tetapi, Imam Malik yang sedang shalat tanpa cemas tidak beranjak dari tempatnya. Mencium tangan khalifah apabila menghadap di baliurang sudah menjadi adat kebiasaan, namun Imam Malik tidak pernah tunduk pada penghinaan seperti itu. Sebaliknya, ia sangat hormat pada para cendekiawan, sehingga pernah ia menawarkan tempat duduknya sendiri kepada Imam Abu Hanifah yang mengunjunginya.


Dari Al Muwatta' Hingga Madzhab Maliki

Al Muwatta' adalah kitab fikih berdasarkan himpunan hadits-hadits pilihan. Santri mana yang tak kenal kitab yang satu ini. Ia menjadi rujukan penting, khususnya di kalangan pesantren dan ulama kontemporer. Karya terbesar Imam Malik ini dinilai memiliki banyak keistimewaan. Ia disusun berdasarkan klasifikasi fikih dengan memperinci kaidah fikih yang diambil dari hadits dan fatwa sahabat.

Menurut beberapa riwayat, sesungguhnya Al Muwatta' tak akan lahir bila Imam Malik tidak 'dipaksa' Khalifah Mansur. Setelah penolakan untuk ke Baghdad, Khalifah Al Mansur meminta Imam Malik mengumpulkan hadits dan membukukannya. Awalnya, Imam Malik enggan melakukan itu. Namun, karena dipandang tak ada salahnya melakukan hal tersebut, akhirnya lahirlah Al Muwatta'. Ditulis di masa Al Mansur (754-775 M) dan baru selesai di masa Al Mahdi (775-785 M).

Dunia Islam mengakui Al Muwatta' sebagai karya pilihan yang tak ada duanya. Menurut Syah Walilullah, kitab ini merupakan himpunan hadits paling shahih dan terpilih. Imam Malik memang menekankan betul terujinya para perawi. Semula, kitab ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Malik hanya memasukkan 1.720 hadits. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dengan 16 edisi yang berlainan. Selain Al Muwatta', Imam Malik juga menyusun kitab Al Mudawwanah al Kubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas berbagai persoalan.

Imam Malik tak hanya meninggalkan warisan buku. Ia juga mewariskan mazhab fikih di kalangan Islam Sunni, yang disebut sebagai Mazhab Maliki. Selain fatwa-fatwa Imam Malik dan Al Muwatta', kitab-kitab seperti Al Mudawwanah al Kubra, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah fi al Fiqh al Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid), Asl al Madarik Syarh Irsyad al Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi), dan Bulgah as Salik li Aqrab al Masalik (karya Syeikh Ahmad as Sawi), menjadi rujukan utama mazhab Maliki.

Di samping sangat konsisten memegang teguh hadits, mazhab ini juga dikenal amat mengedepankan aspek kemaslahatan dalam menetapkan hukum. Secara berurutan, sumber hukum yang dikembangkan dalam Mazhab Maliki adalah Al-Qur'an, Sunnah Rasulullah SAW, amalan sahabat, tradisi masyarakat Madinah (amal ahli al Madinah), qiyas (analogi), dan al maslahah al mursalah (kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu).

Mazhab Maliki pernah menjadi mazhab resmi di Mekah, Madinah, Irak, Mesir, Aljazair, Tunisia, Andalusia (kini Spanyol), Marokko, dan Sudan. Kecuali di tiga negara yang disebut terakhir, jumlah pengikut mazhab Maliki kini menyusut. Mayoritas penduduk Mekah dan Madinah saat ini mengikuti Mazhab Hanbali. Di Iran dan Mesir, jumlah pengikut Mazhab Maliki juga tidak banyak. Hanya Marokko saat ini satu-satunya negara yang secara resmi menganut Mazhab Maliki.

Sumber: http://www.kotasantri.com/galeria.php?aksi=DetailArtikel&artid=170

Jumat, 17 Juni 2011

Ayah - Ibu - Anak - Keluarga

1. Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan kedua orang tua dan murka Allah pun terletak pada murka kedua orang tua. (HR. Al Hakim)

2. Seorang datang kepada Nabi Saw. Dia mengemukakan hasratnya untuk ikut berjihad. Nabi Saw bertanya kepadanya, "Apakah kamu masih mempunyai kedua orangg tua?" Orang itu menjawab, "Masih." Lalu Nabi Saw bersabda, "Untuk kepentingan mereka lah kamu berjihad." (Mutafaq'alaih)

Penjelasan:
Nabi Saw melarangnya ikut berperang karena dia lebih diperlukan kedua orang tuanya untuk mengurusi mereka.

3. Rasulullah Saw pernah berkata kepada seseorang, "Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu." (Asy-Syafi'i dan Abu Dawud)

Keterangan:
Terdapat satu riwayat yang cukup panjang berkaitan dengan hal ini. Dari Jabir Ra meriwayatkan, ada laki-laki yang datang menemui Nabi Saw dan melapor. Dia berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku ingin mengambil hartaku ...." "Pergilah Kau membawa ayahmu kesini", perintah beliau. Bersamaan dengan itu Malaikat Jibril turun menyampaikan salam dan pesan Allah kepada beliau. Jibril berkata: "Ya, Muhammad, Allah 'Azza wa Jalla mengucapkan salam kepadamu, dan berpesan kepadamu, kalau orangtua itu datang, engkau harus menanyakan apa-apa yang dikatakan dalam hatinya dan tidak didengarkan oleh teliganya. Ketika orang tua itu tiba, maka nabi pun bertanya kepadanya: "Mengapa anakmu mengadukanmu? Apakah benar engkau ingin mengambil uangnya?" Lelaki tua itu menjawab: "Tanyakan saja kepadanya, ya Rasulullah, bukankah saya menafkahkan uang itu untuk beberapa orang ammati (saudara ayahnya) atau khalati (saudara ibu) nya, atau untuk keperluan saya sendiri?" Rasulullah bersabda lagi: "Lupakanlah hal itu. Sekarang ceritakanlah kepadaku apa yang engkau katakan di dalam hatimu dan tak pernah didengar oleh telingamu!" Maka wajah keriput lelaki itu tiba-tiba menjadi cerah dan tampak bahagia, dia berkata: "Demi Allah, ya Rasulullah, dengan ini Allah Swt berkenan menambah kuat keimananku dengan ke-Rasul-anmu. Memang saya pernah menangisi nasib malangku dan kedua telingaku tak pernah mendengarnya ..." Nabi mendesak: "Katakanlah, aku ingin mendengarnya." Orang tua itu berkata dengan sedih dan airmata yang berlinang: "Saya mengatakan kepadanya kata-kata ini: 'Aku mengasuhmu sejak bayi dan memeliharamu waktu muda. Semua hasil jerih-payahku kau minum dan kau reguk puas. Bila kau sakit di malam hari, hatiku gundah dan gelisah, lantaran sakit dan deritamu, aku tak bisa tidur dan resah, bagai akulah yang sakit, bukan kau yang menderita. Lalu airmataku berlinang-linang dan meluncur deras. Hatiku takut engkau disambar maut, padahal aku tahu ajal pasti akan datang. Setelah engkau dewasa, dan mencapai apa yang kau cita-citakan, kau balas aku dengan kekerasan, kekasaran dan kekejaman, seolah kaulah pemberi kenikmatan dan keutamaan. Sayang..., kau tak mampu penuhi hak ayahmu, kau perlakukan daku seperti tetangga jauhmu. Engkau selalu menyalahkan dan membentakku, seolah-olah kebenaran selalu menempel di dirimu ..., seakanakan kesejukann bagi orang-orang yang benar sudah dipasrahkan.' Selanjutnya Jabir berkata: "Pada saat itu Nabi langsung memegangi ujung baju pada leher anak itu seraya berkata: "Engkau dan hartamu milik ayahmu!" (HR. At-Thabarani dalam "As-Saghir" dan Al-Ausath).

4. Jangan mengabaikan (membenci dan menjauhi) orang tuamu. Barangsiapa mengabaikan orang tuanya maka dia kafir. (HR. Muslim)

Penjelasan:
Yang dimaksud kufur nikmat dan bukan kufur akidah.

5. Barangsiapa menisbatkan keturunan dirinya kepada selain ayahnya sendiri dan dia mengetahuinya bahwa dia bukan ayah yang sebenarnya maka surga diharamkan baginya. (HR. Muslim)

6. Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?" Nabi Saw menjawab, "ibumu...ibumu...ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu." (Mutafaq'alaih).

7. Ibu dan Bapak berhak makan dari harta milik anak mereka dengan cara yang makruf. Seorang anak tidak boleh makan dari harta ibu bapaknya kecuali dengan ijin mereka. (HR. Ad-Dailami).

8. Barangsiapa berhaji untuk kedua orang tuanya atau melunasi hutang-hutangnya maka dia akan dibangkitkan Allah pada hari kiamat dari golongan orang-orang yang mengamalkan kebajikan. (HR. Ath-Thabrani dan Ad-Daar Quthni).

9. Rasulullah Saw ditanya tentang peranan kedua orang tua. Beliau lalu menjawab, "Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu." (HR. Ibnu Majah)

Penjelasan:
Kalau berbakti masuk surga dan kalau bersikap durhaka kepada mereka masuk neraka.

10. Apabila seorang meninggalkan do'a bagi kedua orang tuanya maka akan terputus rezekinya. (HR. Ad-Dailami)

11. Termasuk dosa besar seorang yang mencaci-maki ibu-bapaknya. Mereka bertanya, "Bagaimana (mungkin) seorang yang mencaci-maki ayah dan ibunya sendiri?" Nabi Saw menjawab, "Dia mencaci-maki ayah orang lain lalu orang itu (membalas) mencaci-maki ayahnya dan dia mencaci-maki ibu orang lain lalu orang lain itupun (membalas) mencaci-maki ibunya. (Mutafaq'alaih)

12. Kedudukan seorang paman sebagai (pengganti) kedudukan ayahnya. (HR. Adarqothani)

13. Warisan bagi Allah 'Azza wajalla dari hambaNya yang beriman ialah puteranya yang beribadah kepada Allah sesudahnya. (HR. Ath-Thahawi).

14. Salah satu kenikmatan Allah atas seorang ialah dijadikan anaknya mirip dengan ayahnya (dalam kebaikan). (HR. Ath-Thahawi)

15. Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah-Islami). Ayah dan ibunya lah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api dan berhala). (HR. Bukhari)

16. Seorang datang kepada Nabi Saw dan bertanya, " Ya Rasulullah, apa hak anakku ini?" Nabi Saw menjawab, "Memberinya nama yang baik, mendidik adab yang baik, dan memberinya kedudukan yang baik (dalam hatirnu)." (HR. Aththusi).

17. Cintailah anak-anak dan kasih sayangi lah mereka. Bila menjanjikan sesuatu kepada mereka tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulah yang memberi mereka rezeki. (HR. Ath-Thahawi).

18. Bertakwalah kepada Allah dan berlakulah adil terhadap anak-anakmu. (HR. Bukhari dan Muslim)

19. Sama ratakan pemberianmu kepada anak-anakmu. Jika aku akan mengutamakan yang satu terhadap yang lain tentu aku akan mengutamakan pemberian kepada yang perempuan. (HR. Ath-Thabrani)

20. Barangsiapa mempunyai dua anak perempuan dan diasuh dengan baik maka mereka akan menyebabkannya masuk surga. (HR. Bukhari)

21. Anak menyebabkan kedua orang tuanya kikir dan penakut. (HR. Ibnu Babawih dan Ibnu 'Asakir).

22. Barangsiapa memelihara (mengasuh) tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan wajib baginya masuk surga. (HR. Ath-Thahawi).

23. Seorang ibu yang kematian tiga orang puteranya lalu berserah diri (pasrah) kepada Allah, rela dan ikhlas, maka dia akan masuk surga. (HR. Muslim)

24. Ajarkan putera-puteramu berenang dan memanah. (HR. Ath-Thahawi).

25. Setiap anak tergadai dengan (tebusan) akikahnya (seekor atau dua ekor kambing) yang disembelih pada umur tujuh hari dan dicukur rambut kepalanya (sebagian atau seluruhnya) dan diberi nama. (HR. An-Nasaa'i)

26. Barangsiapa menjamin untukku satu perkara, aku jamin untuknya empat perkara. Hendaklah dia bersilaturrahim (berhubungan baik dengan keluarga dekat) niscaya keluarganya akan mencintainya, diperluas baginya rezekinya, ditambah umurnya dan Allah memasukkannya ke dalam surga yang dijanjikanNya. (HR. Ar-Rabii').

27. Ibu mertua kedudukannya sebagai ibu. (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

28. Abang yang tertua (sulung) kedudukannya sebagai ayah. (HR. Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)

29. Orang yang memutus hubungan kekeluargaan tidak akan masuk surga. (Mutafaq'alaih)

30. Rahim adalah cabang dari nama Arrahman (Arrahman Arrahim). Rahim mengucapkan keluhan dan pengaduan: "Ya Robbi, aku telah diputus (hubungan kekeluargaanku), aku telah diperlakukan dengan buruk oleh keluarga dekatku. Ya Robbi, aku telah dizalimi mereka, ya Robbi, ya Robbi." Lalu Allah menjawab: "Tidakkah kamu ridha Aku menyambung hubunganKu dengan orang yang menghubungimu dan Aku putus hubunganKu dengan orang yang memutus hubungannya dengan kamu. (HR. Bukhari)

31. Rasulullah Saw memberi uang belanja kepada keluarga beliau dari bagian rampasan perang yang menjadi hak beliau untuk kebutuhan rumah tangga selama setahun. Apabila ternyata ada kelebihannya maka uang itu diminta kembali dan dimasukkan ke dalam perbendaharaan negara (baitul maal). (HR. Ahmad)

33. Cukup berdosa orang yang menyia-nyiakan tanggungjawab keluarga. (HR. Abu Dawud).

32. Bukanlah dari golongan kami orang yang diperluas rezekinya oleh Allah lalu kikir dalam menafkahi keluarganya. (HR. Ad-Dailami)


Sumber: 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad) - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press

Dunia dan Segala Isinya

1. Barangsiapa pada pagi hari aman dalam kelompoknya, sehat tubuhnya, memiliki pangan untuk seharinya, maka dia seolah-olah memperoleh dunia dengan segala isinya. (HR. Tirmidzi)

2. Perbandingan dunia dengan akhirat seperti seorang yang mencelupkan jari tangannya ke dalam laut lalu diangkatnya dan dilihatnya apa yang diperolehnya. (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

3. Aku dan dunia ibarat orang dalam perjalanan menunggang kendaraan, lalu berteduh di bawah pohon untuk beristirahat dan setelah itu meninggalkannya. (HR. Ibnu Majah)

4. Dunia ini cantik dan hijau. Sesungguhnya Allah menjadikan kamu kholifah dan Allah mengamati apa yang kamu lakukan, karena itu jauhilah godaan wanita dan dunia. Sesungguhnya fitnah pertama yang menimpa bani Israil adalah godaan kaum wanita. (HR. Ahmad)

5. Dapat diperkirakan bahwa kamu akan diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang yang berebut melahap isi mangkok (makanan). Para sahabat bertanya, "Apakah saat itu jumlah kami sedikit, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Tidak, bahkan saat itu jumlah kalian banyak sekali tetapi seperti buih air bah (tidak berguna) dan kalian ditimpa penyakit wahan." Mereka bertanya lagi, "Apa itu penyakit wahan, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Kecintaan yang sangat kepada dunia dan takut mati." (HR. Abu Dawud)

6. Demi Allah, bukanlah kemelaratan yang aku takuti bila menimpa kalian, tetapi yang kutakuti adalah bila dilapangkannya dunia bagimu sebagaimana pernah dilapangkan (dimudahkan) bagi orang-orang yang sebelum kalian, lalu kalian saling berlomba sebagaimana mereka berlomba, lalu kalian dibinasakan olehnya sebagaimana mereka dibinasakan. (HR. Ahmad)

7. Malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw, lalu berkata, "Hai Muhammad, hiduplah sesukamu namun engkau pasti mati. Berbuatlah sesukamu namun engkau pasti akan diganjar, dan cintailah siapa yang engkau sukai namun pasti engkau akan berpisah dengannya. Ketahuilah, kemuliaan seorang mukmin tergantung shalat malamnya dan kehormatannya tergantung dari ketidakbutuhannya kepada orang lain." (HR. Ath-Thabrani)

8. Janganlah kalian mencaci-maki dunia. Dia adalah sebaik-baik kendaraan. Dengannya orang dapat meraih kebaikan dan dapat selamat dari kejahatan. (HR. Ad-Dailami)

9. Sesungguhnya Allah melindungi hambaNya yang mukmin dari godaan dunia dan Allah juga menyayanginya sebagaimana kamu melindungi orangmu yang sakit dan mencegahnya dari makanan serta minuman yang kamu takuti akan mengganggu kesehatannya. (HR. Al Hakim dan Ahmad)


Sumber: 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad) - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press



Senin, 06 Juni 2011

Fatamorgana ... Menoreh Hati

Dalam ketidakmampuan, disaat kegagalan datang menguji

Kebahagiaan dapat bersama dewa penolong menghapus duka ini

Orang yang mengasihi, membesarkan dan mendidik

Yang menjadikan bisa seperti ini

membukakan hati menjadi lebih terbuka

Ketidakberdayaannya sekarang secara fisik

Membuat hati haru dan ingin untuk tetap bersamanya

Hatiku hanya bisa berbisik menahan tangis

Oh, Ayah! semoga kau selalu dalam kebahagiaan ... dalam menjalani sisa hidup ini

Maafkanlah ketidakmampuanku ini



Maafkanlah aku, Ibu ! atas kelemahan ini

Tidak bisa menjadi orang yang diandalkan

Aku yakin kau akan mengerti dialam sana

Dalam ketenangan dan kelapangan yang diberikan Yang Maha Kuasa

Kau tersenyum melihat anak-anakmu yang saling mengasihi

Dan dalam doa kita bersama

Semoga kelak bisa berkumpul kembali dalam keabadian